INFOSIBERINDONESIA.COM– Profesi Jurnalis atau wartawan diatur dalam Undang-undang No.40/1999 tentang PERS dan mentaati Kode Etik Jurnalis.
Dan di perkuat dengan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers – Polri yang di perbaharui pada Februari 2017 lalu.
Segala bentuk penghinaan atau pelecehan terhadap profesi termasuk profesi jurnalis-wartawan menurut Undang-Undang manapun tidak dibenarkan.
Akibat sikap arogansi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sering insan PERS mendapat perlakuan kasar baik secara fisik maupun psikis. “Jangan Hina Profesi Jurnalis,”kata sesepuh dan senior Pers.
“Ayahnya Jenderal Tito juga Wartawan”
Sejarah membuktikan sebagaimana dikutip dari laman online Bangka Pos bahwa ayah sang Jenderal yang saat ini ada di pucuk kepemimpinan POLRI juga berprofesi sebagai wartawan, bahkan anggota PWI seumur hidup.
Achmad Gafar (78) masih ingat masa-masa dia bersekolah tingkat dasar di kawasan Tangga Buntung, Palembang, Sumatera Selatan.
Kala itu, dia mengenang nama Achmad Saleh kawan sebangkunya di sekolah tersebut. Pendidikan di era tahun 40-an dipengaruhi gaya Belanda, masih terekam dalam ingatan pria kelahiran Mei 1939 ini.
Namun, ilmu-ilmu agama sangat kuat ditanamkan orangtua dan guru-guru mereka di sekolah.
“Saya ingat Achmad Saleh, teman sekolah waktu SD,” ujar Achmad Gafar warga Pangkalpinang belum lama ini.
Karena itu dulu guru-guru memanggil mereka dengan sebutan Saleh atau Gafar saja.
Belakangan, Achmad Gafar baru mengetahui, salah seorang anak Achmad Saleh yakni Tito Karnavian adalah seorang jenderal polisi yang kini menjabat Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri).
Dia juga sempat mengenang bahwa Achmad Saleh yang meninggal dunia pada Kamis (27/10/2016) tahun lalu adalah seorang wartawan di RRI.
Istri Achmad Saleh bernama Kordiah adalah seorang bidan. Berkali-kali dalam berbagai kesempatan wawancara, almarhum Achmad Saleh mengungkapkan kebanggaannya sebagai wartawan.
Dia mengaku hanya sebagai wartawan biasa yang mendukung cita-cita dan keinginan anak-anaknya.
Berkat kegigihan dan ketekunan serta keikhlasannya sebagai orangtua, kini anak-anak Achmad Saleh sukses dalam bidangnya masing-masing.
Anak pertama Prof DR Diah Natalisa, MBA pernah menjabat sebagai Koordinator Kopertis Wilayah II.
Dia kuliah di S1 di Universitas Sriwijaya, beasiswa S2 di School of Business & Economics University of Kentucky, dan S3 Universitas Airlangga di Surabaya.
Anak kedua Tito Karnavian lulusan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Kepolisian) pada 1987.
Sebelum memutuskan masuk Akabri, Tito sempat lulus tes di Kedokteran di Universitas Sriwijaya, Hubungan Internasional di Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).
Tito juga menyelesaikan Master of Arts (M.A.) in Police Studies, University of Exeter, UK (1993), Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK (1996), Royal New Zealand Air Force Command & Staff College, Auckland, New Zealand (Sesko) (1998), Bachelor of Arts (B.A.) in Strategic Studies, Massey University, New Zealand (1998),
Sespim Pol, Lembang (2000), Ph.D in Strategic Studies with interest on Terrorism and Islamist Radicalization at S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapore (magna cum laude),
Dan yang terakhir yaitu Lemhannas RI PPSA XVII (2011). Anak ketiga Achmad Saleh Dr Iwan Dakota. SpJP (K). Lalu anak keempatnya Dr Fifa Argentina SpKK bertugas di Rumah sakit Siti Khodijah.
Achmad Saleh menuturkan profesi di bidang jurnalistik menjadi salah satu sumber penghasilannya untuk membiayai sekolah Tito hingga meraih jabatan tertinggi di kepolisian.
Achmad menuturkan, ia menggeluti dunia kewartawanan sejak awal 1960-an di RRI.
Selanjutnya, ia membidani pendirian koran Ekonomi Pembangunan, Pelita, dan koran Angkatan Bersenjata edisi Sriwijaya.
“Saya pernah mendirikan koran terbitan Palembang,” katanya saat ditemui di kediamannya di Jalan Sambu, Palembang, Jumat, 17 Juni 2016 silam.
“Saya anggota PWI seumur hidup,”
“Seharusnya mereka memahami makna Profesional, Modern dan juga Terpercaya. Dalam bersikap harus menampilkan rasa nyaman bagi warga masyarakat, jangan arogan,” Ujarnya.
Lebih lanjut, Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menambahkan, Aparat Huku selayaknya harus tahu dan melaksanakan tugas pokok Kapolres,
Padahal pers itu merupakan pilar demokrasi dan media mengontrol kekuasaan,” tegasnya.
“Sering-seringlah duduk dengan juru warta agar ada kesepahaman dan saling membantu dalam tugas.
Polisi butuh wartawan dan sebaliknya wartawan juga butuh polisi sebagai salah satu narasumber” pungkasnya.
Wajib di Proses
Menurut Leo Batubara Sesepuh dan juga Mantan Ketua Dewan Pers Indonesia ketika di hubungi FHI menyampaikan terkait adanya penghinaan profesi jurnalis.
”Tugas wartawan itu sudah diatur menurut Undang-undang No.40/1999, jelas itu, wartawan dilindungi undang-undang, sebaiknya aparat itu melindungi bukannya merusak hubungan baik,”kata Leo dengan tegas.”
Jika ada ketidak senangan dengan wartawan, adukan saja ke Dewan Pers, biar Dewan Pers yang menertibkan,”tambah Leo.
Sementara menurut wartawan Senior sekaligus pengajar di PWI Drs. Antonius Purba, menyampaikan kepada Media ”Wajib diproses agar hal senada tidak terulang lagi, mengingat oknum yang menghina tersebut suda jelas melakukan hal yang tidak patut mengeluarkan kata-kata yang menimbulkan kebencian,”kata Antonius Purba, Alumni IISIP Lenteng Agung tahun 1987 dengan tegas.
”Intinya Polri dan Dewan Pers sudah membuat kesepakatan yang tertera dalam Nota Kesepahaman agar bersinergi satu sama lain dan saling mengisi dalam melaksanakan tugas di lapangan,
Tim ( Red )